KORUPSI DANA OTSUS PAPUA DAN PAPUA BARAT IBARAT GUNUNG ES


Fred WakumOleh : Fred Wakum

Bukan hanya data tentang epidemi HIV/AIDS di Propinsi Papua dan Papua Barat yang dapat diibaratkan gunung Es. korupsi dana Otsuspun demikian. Oleh sebab itu muncul pameo yang beredar ditengah rakyat miskin Papua bahwa : indikasi korupsi yang tumbuh subur dikalangan pejabat Papua yang menyelewengkan dana otsus guna memperkaya diri sendiri sudah menjadi hal yang biasa dan lumrah. Akan akan menjadi suatu kejutan, manakala Dana Otsus tersebut digunakan dengan tepat untuk meningkatkan taraf hidup 2,5 juta rakyat Papua yang masih terisolasi dan terbelenggu dalam kemiskinan ke kehidupan yang lebih layak.

Masalah kemiskinan rakyat Papua tidak perlu diperdebatkan atau menjadi bahan perdebatan. Data -data statistik yang dikeluarkan badan Statistik Nasional menempatkan Propinsi Papua dan Papua Barat di urutan utama propinsi termiskin di Indonesia. Bukan itu saja, secara kasat matapun kita dapat dengan mudah menemui menggelembungnya kemiskinan ditengah-tengah hiruk pikuk para pejabat di propinsi Papua dan Papua Barat sibuk mencanangkan untuk menjadi Gubernur di propinsi Papua dan Papua Barat.

Sungguh sangat ironis jika dibandingkan dengan penerimaan Dana Otsus propinsi Papua dan Papua Barat yang cukup fantastik untuk sejak tahun 2002-2010 sebanyak Rp 28,842 triliun dan kekayaan alam Papua yang demikian berlimpah ruah, raib menguap di tengah padang pasir dengan meninggalkan fata morgana kemiskinan.

Keledai paling bodoh sekalipun, pasti akan mencium aroma korupsi yang sedang merajalela hingga kepelosok – pelosok kampung di Tanah Papua yang ikut terlibat dalam mengelaola bantuan 100 juta perkampung. Lihat saja pola perilaku konsumtif dan aksi “pamer kekayaan” para pejabat di Papua yang tanpa malu-malu merubah garasi mobil mereka menjadi arena showroom, jika dibandingkan dengan gaji normal yang diterima perbulan. Belum lagi cara membiayai anak-anak mereka yang sedang mengenyam pendidikan di luar Papua – baik dalam negri maupun luar negri – yang hidup menyerupai “kalangan jetset” di negeri antabrantah. Lalu sang keledai bodohpun bertanya : “Dari mana semua uang yang diperoleh untuk membiayai kehidupan yang serbah mewah dan berkecukupan, bila dibanding dengan gajinya sebagai seorang pejabat di daerah ?

Tidak Kaget

Rakyat Papua sama sekali tidak kaget – apalagi jantungan – ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menungumkan beberapa waktu lalu bahwa telah menemukan adanya penyalahgunaan dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat senilai Rp 4,281 triliun dari total dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat sebesar Rp 28,842 triliun dari tahun 2002 – 2010. ( Sumber Kantor berita ANTARA )

Adapun perincian sebagai berikut : Pertama, Rp 566 miliar pengeluaran dana Otsus tidak didukung bukti yang valid. Dalam pemeriksaan tahun 2010 dan 2011, ditemukan Rp 211 miliar tidak didukung bukti termasuk realisasi belanja untuk PT TV mandiri Papua dari tahun 2006-2009 senilai Rp 54 miliar tidak sesuai ketentuan. Dan Rp 1,1 miliar pertanggunganjawaban perjalan dinas menggunakan tiket palsu. Serta temuan sebelumnya belum sepenuhnya ditindaklanjuti Rp 354 miliar.

Kedua, Pengadaan barang dan jasa melalui dana Otsus senilai Rp 326 miliar tidak sesuai aturan. Antara lain: Pertama, Rp 5,3 miliar terjadi di Kota Jayapura tahun anggaran 2008 tidak melalui pelelangan umum. Kedua pengadaan dipecah Rp 1.077.476.613 terjadi di Kabupaten Merauke tahun 2007 dan 2008. Ketiga, pengadaan tanpa adanya kontrak Rp 10 miliar yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, tahun anggaran 2009. Di samping itu terdapat temuan tahun 2002-2009 yang belum ditindaklanjuti Rp 309 miliar.

Ketiga, Rp 29 miliar dana Otsus fiktif. Dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp 22,8 miliar dana Otsus yang dicairkan tanpa ada kegiatan atau fiktif. Rincian kegiatan fiktif tersebut: Pertama, detail engineering design PLTA Sungai Urumuka tahap tiga Rp 9,6 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua.

Kedua, detail engineering design PLTA Sungai Mambrano tahap dua Rp 8,7 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Ketiga, studi potensi energi terbarukan di 11 kabupaten Rp 3,1 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Keempat, fasilitas sosialisasi anggota MRP periode 2010-2015, Rp 827,7 miliar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat daerah tahun 2010. Sedangkan bagian tindak lanjut tahun sebelumnya Rp 6 miliar.

Keempat, Rp 1,85 triliun dana Otsus periode 2008-2010, didepositokan. Dengan rincian Rp 1,25 triliun pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 per 20 November 2008. Rp 250 miliar pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp 350 miliar pada Bank Papua dengan no seri A09610 per 4 Januari 2010. Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 th 2006.

Bagi daerah lain, penyelewengan dana otsus sebesar Rp 4,281 triliun pasti akan menggemparkan, karena jumlah tersebut merupakan jumlah yang cukup fantastis, sehingga akan membuat siapapun terkesima. Namun bagi rakyat Papua berita tersebut tidak menimbulkan gejolak yang berkelebihan di tataran akar rumput, bisa jadi disebabkan oleh :

Pertama, Korupsi telah mengakar dan merajala bahkan menjadi “gaya hidup” para pejabat di Papua kurun waktu yang begitu lama, sehingga aksi menghambur-hamburkan dana Otsus telah menjadi hal yang biasa, toh mereka beranggapan bahwa Jakarta selalu takut untuk mengadili para Pejabat Papua yang mengkonsumsi dana tersebut.

Kedua, Rakyat Papua sudah APATIS terhadap solusi Otsus yang disodorkan pemerintah pusat, karena menganggap bahwa Otsus hanya taktik Pemerintah Pusat untuk menggelembungkan para pejabat di Papua. disamping itu Otsus tidak mampu diterjemahkan untuk mentuntaskan kemiskinan, Pendidikan dan kesehatan di Papua. Mungkin masih segar dalam ingatan kita ketika rakyat Papua mengadakan demonstrasi besar-besaran sebanyak dua kali untuk mengembalikan Otsus ke Jakarta. Inilah bukti nyata bahwa rakyat tidak peduli dengan Otsus karena tidak pro rakyat.

Gunung Es

Walaupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan penyalahgunaan dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dari tahun 2002 – 2010 senilai Rp 4,281 triliun. Namun dapat dipastikan bahwa temuan tersebut hanya merupakan bagian kecil dari sebuah Gunung Es yang terkait dengan penjarahan uang rakyat Papua oleh para pejabat Papua sendiri.

Jumlah sesungguhnya dari apa yang tengah di jarah oleh para Pejabat Papua jauh lebih besar dari temuan tersebut dan sejatinya masih tersembunyi dengan rapih “di dalam air” dan belum berhasil dijangkau oleh pemeriksaan BPK

Hal ini di disebabkan oleh, waktu yang dipergunakan BPK untuk Audit Dana Otsus Papua sangat singkat, sehingga BPK hanya memerika program-program yang bersifat “mercu-suar” saja, padahal “gurita” korupsi Dana Otsus Papua telah sampai pada tingkat kecamatan di Papua.

Disamping itu BPK tidak melibatkan masyarakat luas untuk melaporkan indikasi – indikasi penyelewengan Dana Otsus yang diketahui oleh masyarakat, berdasarkan pemanfaatan dana tersebut, karena dana Otsus yang telah disalurkan ke kabupaten – kabupaten di seluruh tanah Papua tidak terindikasi dengan jelas pemanfaatannya

Pro Rakyat

Para Pejabat yang menggerogoti Dana Otsus Papua sangat paham dan menyadari bahwa Jakarta (baca: pemerintah pusat) tidak mungkin “menyentuh” mereka apalagi menyeret para koruptor ini ke meja hijau, karena takut akan menimbulkan “pergolakan politik lokal” di Papua.

Dengan demikian, para pejabat Papua ini selalu bersembunyi dibelakang issu- issu “pergolakan politik lokal” dan dengan santainya menikmati, memanfaatkan dan menggelembungkan perut mereka dengan dana Otsus.

Jika pemerintah pusat mempunyai pandangan yang jeli, maka kini saat yang paling tepat untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah Pusat Maupun Otsus, dengan menjadikan temuan BPK terkait indikasi penyelewengan Dana Otsus Papua sebagai “pintu masuk” untuk membuktikan komitmen Pemerintah Pusat yang pro rakyat Papua dengan cara :

1.Presiden segera memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk secepatnya melakukan investigasi berdasarkan Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai indikasi penyelewengan Dana Otsus Papua.

2.Pemerintah – dalam hal ini Mendagri – segera membebas-tugaskan pejabat-pejabat di Propinsi Papua dan Papua Barat yang telah terindikasi terlibat dalam penyelewengan Dana Otsus Papua dalam penyelidikan yang dilakukan oleh BPK untuk memuluskan investigasi KPK

3.Menjatuhkan hukuman yang seberat-beratnya kepada para koruptor yang terbukti telah menyelewengkan dana Otsus Propinsi Papua dan Papua Barat, serta merampat seluruh kekayaan meraka

Sehungguhnya Ketakutan Pemerintah Pusat terhadap implikasi dari gejolak di Propinsi Papua dan Papua Barat sangat tidak beralasan, jika para pejabat korup ini ditangkap dan di adili, karena rakyat Papua juga sudah muak dengan aksi korupsi mereka yang sudah tidak ketulungan lagi.

Penulis warga masyarakat Timika

11 Tanggapan

  1. Saya sangat setuju dengan tulisan di atas. Pejabat-pejabat di Papua & Papua Barat perlu diberi hukuman seberat-beratnya termasuk seluruh keluarganya agar menjadi pelajaran baru pejabat-pejabat baru yang mulai belajar PENCURI.

  2. Napi..terima kasih atas tulisannya…semoga tulisan ini dibaca dan dicamkan juga oleh pejabat-pejabat korup di papua

  3. saya setuju usulan presiden memerintahkan KPK ke Pupua. Lebih baik Kapolda diganti, dan menempatkan orang yg komit dgn pemberantasan korupsi di Papua. Yang juga hrs didesak adalah transparansi alokasi dana, transparansi pembagian ke kabpaten. perlu ada satu badan publik, yang profesional dan dapat dipercaya (seperti ombudsman yg khusus mengawal dana otsus). syaloom

    • Usul yang bagus Bung Agus

      • Ian, on 23 Juli, 2011 at 4:06 am said: Komentar Anda sedang menunggu moderasi.

        Boooww, mansar itu sudah saya setuju dengan tulisan diatas karena masyarakat papua sebagian besar belum sejahtera teruma yang hidup daerah pedalaman peggunungan, lembah-lembah dan pesisir pantai, jadi kalau orang Papua berteriak merdeka minta referendum baru pemerintah pusat kasi uang, tapi uang begitu besar yang sudah dikasih oleh pemerintah pusat sampai ke Papua, dana-dana itu tidak tahu kemanakan hilang begitu saja tanpa bekas, ini persoalan yang perlu orang papua harus duduk sama-sama dan bicarakan. Hal ini memang benar saya menilai bahwa dana-dana tersebut telah dinikmati oleh oknom para pejabat orang papua. Sesuai kutipan” dialog Presiden SBY di istana negara rabu 22 juni 2011 dengan salah seorang petani asal Papua Barat sebut saja (M)”. SBY pun membantah bila disebut pemerintah pilih kasih dalam melakukan pembangunan.
        “Pemerintah tidak pernah menganaktirikan satu pun provinsi. Bahkan pada tahun 2007, saya sudah mengeluarkan instruksi untuk percepatan Papua. Tolong nanti Gubernur Papua dan Papua Barat memberikan penjelasan pada rakyatnya,”
        kata SBY pun menyebutkan bahwa biaya pembangunan per kepala satu jiwa di Provinsi Papua Barat dan Papua, adalah yang terbesar di seluruh Indonesia. Nilainya menurutnya, mencapai Rp 10 juta per kepala per tahun.
        “Papua dan Papua Barat juga mendapat dana otonomi khusus, DAU, DBH dan lain-lain.
        Tidak boleh heran kalau orang Amber bilang orang Papua banyak uang, coba dana-dana itu apabila dalam satu keluarga ada (5) lima orang berarti dana yang dikantongi adalah sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) per keluarga tersubut dengan sendiri orang Papua mulai berubah hidupnya dan tidak berteriak Papua merdeka lagi. Jadi jangan salahkan Pemerintah Pusat (Jakarta) lagi, tetapi siapa salahkan siapa ??? jangan ada dusta diantara kita sesama orang Papua tooooo…….mansar bagaimana, setuju,…….
        Balas

  4. Boooww, mansar itu sudah saya setuju dengan tulisan diatas karena masyarakat papua sebagian besar belum sejahtera teruma yang hidup daerah pedalaman peggunungan, lembah-lembah dan pesisir pantai, jadi kalau orang Papua berteriak merdeka minta referendum baru pemerintah pusat kasi uang, tapi uang begitu besar yang sudah dikasih oleh pemerintah pusat sampai ke Papua, dana-dana itu tidak tahu kemanakan hilang begitu saja tanpa bekas, ini persoalan yang perlu orang papua harus duduk sama-sama dan bicarakan. Hal ini memang benar saya menilai bahwa dana-dana tersebut telah dinikmati oleh oknom para pejabat orang papua. Sesuai kutipan” dialog Presiden SBY di istana negara rabu 22 juni 2011 dengan salah seorang petani asal Papua Barat sebut saja (M)”. SBY pun membantah bila disebut pemerintah pilih kasih dalam melakukan pembangunan.
    “Pemerintah tidak pernah menganaktirikan satu pun provinsi. Bahkan pada tahun 2007, saya sudah mengeluarkan instruksi untuk percepatan Papua. Tolong nanti Gubernur Papua dan Papua Barat memberikan penjelasan pada rakyatnya,”
    kata SBY pun menyebutkan bahwa biaya pembangunan per kepala satu jiwa di Provinsi Papua Barat dan Papua, adalah yang terbesar di seluruh Indonesia. Nilainya menurutnya, mencapai Rp 10 juta per kepala per tahun.
    “Papua dan Papua Barat juga mendapat dana otonomi khusus, DAU, DBH dan lain-lain.
    Tidak boleh heran kalau orang Amber bilang orang Papua banyak uang, coba dana-dana itu apabila dalam satu keluarga ada (5) lima orang berarti dana yang dikantongi adalah sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) per keluarga tersubut dengan sendiri orang Papua mulai berubah hidupnya dan tidak berteriak Papua merdeka lagi. Jadi jangan salahkan Pemerintah Pusat (Jakarta) lagi, tetapi siapa salahkan siapa ??? jangan ada dusta diantara kita sesama orang Papua tooooo…….mansar bagaimana, setuju,…….

  5. Fenomena bahwa Pemerintah Pusat takut terhadap pejabat Papua yang korup menarik didiskusikan. Adakah fenomena ini benar-2 eksis atau hanya sekedar wacana. Kalau takut, sebenarnya apa yang mereka takuti? Lalu Pemerintah Pusat yang takut ini, siapa? Apakah Presiden, Menteri jaksa, hakim, atau ABRI atau semuanya?
    Perihal apa yang ditakuti. Artikel di atas, jelas menunjuk pada “tuntutan M”. Pemerintah dijelaskan takut dengan “gertakan pejabat koruptor”. Dalam beberapa kasus korupsi penjelasan itu benar. Contoh kasus Ketua DPRP John Ibo dan Mantan Bupati Tolikara John Thabo. Tapi juga ada fakta Pejabat Papua yang koruptor dijebloskan ke penjara. Contoh Bupati Yapen, Bupati Boven Digoel dan Bupati Supiori. Dengan dua fakta ini. Semua pejabat ini memiliki kelompok pendukung yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk M bila “orangnya” diganggu. Jadi ketakutan Pemerintah tidak sepenuhnya karena M.
    Atau karena takut penyebabnya dari Jakarta. Korupsi dana Otsus di Papua juga karena salah pengaturan dan pencarian upeti di Jakarta. Pejabat Papua selalu mengatakan bahwa untuk dapat dana Otsus harus bayar. Hal ini berulang disebut Kepala BPKAD Papua (Hatari) dalam berbagai kesempatan.
    Mungkin juga Pemerintah Pusat sebenarnya tidak takut, tapi “tak mau”. Untuk menjalankan penyidikan dan menjatuhkan sanksi hukum harus ada kemauan. Bila sanksi itu benar dijalankan, pasti tidak ada upeti bagi penegak hukum. Bila sanksi itu sedikit ditunda pasti ada belas jasanya. Fenomena ini bukan lagi rahasia. Banyak orang mencari kesempatan makan dari uang Otsus.
    Lalu siapa yang takut? Artikel ini belum menunjuk lembaga yang spesifik, namun rasanya ditujukan kepada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan yang mengendalikan kebijakan atas Papua. Presiden dinilai berkuasa untuk memaksa setiap Kementrian. kejaksaan dan kepolisian untuk menindaklanjuti kasus korupsi. Tetapi fakta penyelesaian banyak kasus di negeri ini menjelaskan bahwa Presiden tidak banyak berdaya bila berhadapan dengan DPR. Lalu siapa?
    Saya melihat bahwa kurangnya tindaklanjut atas kasus korupsi dana Otsus bukan karena “takut” tapi “tak mau”. Sengaja membiarkan Papua tidak damai untuk menunjukkan bahwa banyak orang Papua yang menyengsarakan rakyatnya sendiri. Ini proses pembiaran.

  6. saya setuju bukan di jawa saja yang harus kpk pemeriksa tapi di papua dan papua barat pun pejabat-pejabat harus diperiksa, banyak masyarakat papua yang taraf hidup sangat minim karena masih-masih banyak tikus-tikus kecil yang merajalela.

  7. Kami atas nama Jurnalis yang hingga sampai saat ini aktif meliput di Bumi Cenderawasih sangat setuju dan saya garis bawahe yang diucapkan oleh abang Fred Wakum benar adannya,begitulah warna-warni penindasan yang terjadi dan selamat berjuang ya saudaraku kami bersama gabungan para jurnalis yang suka menulis tajam aktual kritisi terkait Papua perihal pejabat korup hampir-hampir lenyap serta selamat berjuang semoga tanah elok damai akan kembali menjadi sejahtera seperti kanguru dan burung Cenderawasihnya

  8. Kami menunggu artikel tulisan spean abang,jujur kami kagum dan sekaligus siap expos berita-berita dari spean

Tinggalkan komentar